Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
BPJS
Tunjukkan Kelemahan Dewan Pengawas, Pemohon Uji UU BPJS Hadirkan Saksi
Monday 06 Jul 2015 15:01:25
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110‎.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) - Perkara No. 47/PUU-XIII/2015 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (6/7) siang. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Pemohon ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.

Saksi yang dihadirkan Pemohon, Rahadityo Risanggotro, menuturkan pengalamannya dalam mengurus kepesertaan dan penggunaan BPJS. Rahadityo mengaku sebagai anak Donet Heruseno yang meninggal di Rumah Sakit (RS) St. Elisabeth, Narogong, Bekasi. Pada 23 Februari 2015, Ia membawa sang ayah ke beberapa rumah sakit. Akhirnya ayahnya dirawat di RS St. Elizabeth dan diketahui terdapat flek pada paru-paru ayahnya.

“Setelah dirawat, keadaan sedikit membaik. Tapi sayang saat itu beliau belum di-cover oleh asuransi kesehatan. Jadi kami tidak bisa memberikan seluruh kebutuhan penyembuhan yang dimiliki oleh rumah sakit kepada bapak saya,” ujar Rahadityo.

Ketika itu mereka sepakat untuk membuatkan asuransi kesehatan untuk sang ayah. “Yang kami tahu semua biaya diberikan seluruhnya oleh pihak asuransi kesehatan BPJS. Hanya BPJS-lah yang kami tahu sebagai badan pelayanan masyarakat di bidang kesehatan,” imbuh Rahadityo.

Selanjutnya Rahadityo pergi ke Gedung BPJS di Bekasi Barat untuk mendaftarkan ayahnya. Di tempat itu ternyata sudah ada antrean panjang calon pendaftar. “Dalam hati, tidak mungkin saya harus menunggu lama karena kondisi bapak sudah sangat kritis. Alhasil saya minta saran dengan kerabat, jalan keluarnya mendaftarkan bapak via on-line dan selesai pada 24 Februari 2015,” ucapnya.

Singkat cerita, Ia mendapat surat rujukan untuk mendapatkan biaya BPJS ke Klinik Muhammadiyah, Cileungsi dengan fasilitas kesehatan tingkat I. Alangkah terkejutnya dia, setelah urusan diselesaikan di klinik tersebut, ternyata pihak klinik itu memberitahukannya bahwa aktivasi untuk keringanan mendapatkan surat rujukan memakan waktu tujuh hari.

“Meskipun sudah memohon dan menceritakan keadaan bapak, tetap saja kami tidak mendapatkan keringanan untuk mendapatkan surat rujukan. Kemudian saya kembali ke RS St. Elisabeth, namun biaya perawatan bapak semakin membesar, meski masih bisa kami tangani dari kantung pribadi,” cerita Rahadityo. Tetapi takdir pula yang menentukan. Setelah berjuang beberapa hari, sang ayah akhirnya meninggal dunia pada 26 Februari 2015. “Tidak ada asuransi kesehatan, tidak ada BPJS Kesehatan,” ungkap Rahadityo lirih mengenang kisah sedih sang ayah.

Kuasa hukum Pemohon yakni Dwi Puteri Cahyawati menjelaskan bahwa penuturan saksi Pemohon memang tidak terkait dengan apa yang menjadi permohonan Pemohon. “Namun demikian, ini adalah suatu fakta yang mendukung keterangan Ahli dari Pemohon. Ini juga hanya suatu fakta yang berkaitan dengan alasan yang menyebabkan pelemahan dari struktur dan dewan pengawas BPJS,” imbuh Dwi kepada Majelis Hakim.

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna sempat mendalami maksud Pemohon menghadirkan saksi yang tidak terkait langsung dengan permohonan. “Ini kalau tadi Anda mengatakan bahwa memang tidak langsung berkaitan dengan permohonan, tapi andaikan dengan pengawasan, apa poin yang hendak Anda yakinkan kepada Mahkamah dengan keterangan Saksi ini? Apa poinnya yang hendak Anda sampaikan kalau Anda mengaitkan dengan soal pengawas ini?” tanya Palguna.

Menjawab pertanyaan itu, Dwi menyatakan alasan kehadiran saksi adalah untuk memperkuat keterangan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon sebelumnya. Menurut Dwi, BPJS telah mengeluarkan peraturan terkait masa aktivasi kepesertaan, di mana menurutnya hal tersebut telah merugikan. Ini yang kemudian menurut Dwi akibat adanya kelemahan struktur dan Dewan Pengawas BPJS.

“Bahwa BPJS itu telah mengeluarkan peraturan yang merugikan, katakanlah merugikan Warga Negara Indonesia, terkait dengan masa aktif, kami memandang bahwa ini adalah akibat dari kelemahan dari struktur dan dewan pengawas yang memang berakibat pada BPJS ini telah mengeluarkan aturan yang berakibat pada kematian, dan itu dijelaskan oleh ahli kami pada minggu yang lalu,” terang Dwi.

Sebelumnya, Yaslis Ilyas dkk selaku Pemohon menyatakan Pasal 21 ayat (2) UU BPJS beserta penjelasannya telah membuka ruang terpilihnya Dewan Pengawas BPJS yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Masuknya dua unsur pemerintah sebagai dewan pengawas menimbulkan ketidakindependenan pengawasan yang dilakukannya. BPJS merupakan badan hukum publik seperti halnya lembaga pemerintah. Oleh karena itu, Pemohon menilai tidak tepat apabila unsur pemerintah secara khusus mendapat porsi pengawasan. Unsur pemerintah tersebut juga membatasi setiap warga negara yang tidak duduk dalam pemerintahan, tetapi profesional, berpengetahuan, kompeten, dan berkepedulian tinggi terhadap jaminan sosial untuk ikut mengawasi operasional BPJS sebagai badan hukum publik.

Begitu pula dengan dua orang unsur pekerja dan dua orang unsur pemberi kerja. Aturan tersebut juga membatasi setiap warga negara yang berkeinginan menjadi dewan pengawas yang tidak mempunyai afiliasi dalam suatu organisasi pekerja maupun pengusaha. Adapun unsur tokoh masyarakat dinilai merupakan unsur yang sangat rawan menjadi akal-akalan dalam memilih seorang menjadi dewan pengawas, karena terdapat kemungkinan yang dipilih merupakan rekan atau sejawat yang juga merupakan seorang tokoh masyarakat, tetapi tidak memiliki pengetahuan, kompetensi, dan kepedulian dalam bidang jaminan sosial.(NanoTresnaArfana/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > BPJS
 
  Legislator Minta Pemerintah Tinjau Kembali Program KRIS
  Bongkar-Pasang Regulasi Bingungkan Peserta BPJS Kesehatan
  Fadli Zon: Inpres BPJS Kesehatan Seharusnya Tidak Mengikat
  Luqman Hakim: Batalkan Kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai Syarat Pelayanan Pertanahan
  Manfaat JHT Cair di Usia 56 Tahun, Netty: Cederai Rasa Kemanusiaan
 
ads1

  Berita Utama
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu

 

ads2

  Berita Terkini
 
Di Depan Jokowi, Khatib Masjid Istiqlal Ceramah soal Perubahan

Enam bulan pertikaian di Gaza dalam angka

Tradisi Idulfitri Sebagai Rekonsiliasi Sosial Terhadap Sesama

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Moralitas dan Spiritualitas Solusi Masalah Politik Nasional Maupun Global

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2