Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Pemilu 2014
Saatnya Menjadi Pemilih Kritis dalam Pilpres 2014
Sunday 06 Jul 2014 06:45:58
 

Ilustrasi. Pemilih Harus Celupkan Jari ke Tinta Pemilu Sampai Kuku.(Foto: BH/coy)
 
Oleh: Kamaruddin Hasan*

TANGGAL 9 Juli 2014 tinggal hitung hari, rakyat di nusantara kembali “akan” memilih Presiden dan Wakil Presiden. “Akan” berarti ada harapan besar bahwa rakyat menunaikan pilihannya masing-masing dengan cara baik dan benar, dengan kesadaran penuh bukan atas dasar kesadaran palsu. Memilih atas dasar pemahaman secara kritis, bukan prakmatis apalagi berbau hedonistik atas kedua paket Capres-Cawapres.

Menentukan pilihan dan kemudian memilih adalah cerminan partisipasi aktif rakyat dalam proses pilpres. Tanpa partisipasi aktif rakyat, dapat dipastikan kualitas dan kuantitas demokrasi Negara ini berjalan ditempat. Tingkat partisipasi rakyat dalam memilih pada Pilpres 9 Juli 2014 menjadi salah satu indikator kualitas dan kuantitas demokrasi Negara bangsa ini. Indikator lain, tentu bagaimana kemudian rakyat secara aktif terlibat dalam proses membangun, mengawal hasil pilihannya, agar roda pemerintahan dan kepemimpinan selama 5 tahun kedepan tetap sejalan dengan amanah rakyat. Karena rakyatlah yang melahirkan, memiliki, menghidupan dan mewarnai negara ini.

Dua paket Capres dan Cawapres yang ada saat ini adalah manusia-manusia pilihan, yang akan diberi amanah oleh rakyat untuk memimpin atau menjadi Imam dalam menjalankan organisasi yang bernama Negara. Amanah tentunya wajib dijalankan sesuai dengan aturan dan atau perundang-undangan yang dilahirkan dari dan oleh rakyat.

Memang, tidak ada yang sempurna, kedua paket capres-cawapres nomor urut satu Prabowo-Hatta dan nomor urut dua Jokowi-JK. Kedua paket tersebut masih dianggab serba gebyar dan instan dalam tradisi proses berbangsa dan bernegara. Banyak kalangan menilai, mereka masih minim menempuh tradisi proses. Tradisi proses yang dimaksud berupa rangkaian panjang ujian dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara, baik secara intelektual, ideologis, mental, sosial, politik, ekonomi dan kultural.

Tradisi proses ini yang dapat menunjukkan kepada rakyat bagaimana kemampuan menggali, mengeksploitasi ide, dan mewujudkannya ke dalam tindakan secara intensif, holistik, kontiu, serta konsisten dalam mengurus negara bangsa yang majemuk dan flural ini. Ditambah dengan terpaan informasi secara bertubi-tubi dari berbagai bentuk, tujuan dan jenis media yang amat banyak. Dengan kebanyakan menampilkan, memperlihatkan praktek pemerintahan, politik yang korup, nihil etika, amoral, bahkan tampak busuk, nir-nilai-nilai. Akibatnya muncul kemuakan dan apatisme rakyat sebagai pemilih yang kian menjadi pembenaran.

Walau demikian, realitas kehidupan berbangsa dan bernegara mesti terus berjalan walau dengan tertatih-tatih. Harapan tetap dipancangkan, perbaikan dan perubahan terus ditadaruskan dan disuarakan, Pilpres 2014 menjadi momentum penting dalam merajut keberlanjutan perjalanan negara bangsa kearah yang lebih baik dan benar. Harapan tersebut ditancapkan pada empat manusia terbaik bangsa negara saat ini yang terjaring dari 230 juta manusia nusantara, terlepas dari bagaimana proses penjaringannya.

Maka, kesadaran kritis rakyat sebagai pemilih dalam Pilpres pada, Rabu tanggal 9 Juli 2014, menjadi prasyarat dalam mewujudkan kualitas kepemimpinan negara bangsa. Walau disadari, membangun kesadaran kritis rakyat dalam kontek politik masih sangat kurang dijalankan oleh institusi demokrasi yang mengemban tanggung jawab pendidikan politik rakyat. Sehingga masalahnya, sikap apatis versus kesadaran kritis untuk tumbuh partisipasi rakyat menjadi tantangan besar dalam Pilpres 2014.

Dalam hal ini, rakyat sebagai pemilih dapat dikatagorikan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu; rakyat dengan kesadaran memilih secara rasional, rakyat belum ada pilihan atau sering disebut massa mengambang (floating mass), dan rakyat pemilih dengan ideologi.

Bagi rakyat sebagai pemilih rasional yang dilandasi analisa kritis tentu akan lebih mudah menentukan calon pemimpinnya dengan menganalisa track record capres-cawapres. Track record berhubungan dengan kinerja, mengerjakan mandat-mandat rakyat secara penuh tanggung jawab serta berkomitmen. Catatan negative capres-cawapres juga menjadi pertimbangan. Rakyat yang rasional menggunakan intelektualitas dalam memahami jejak rekam kandidat. Mempertimbangkan aspek moralitas, etika dan perilaku. Etika menjadi landasan dan penggerak dasar kandidat dalam bekerja. Kemampuan berkomunikasi, sebagai good communicator juga menjadi pertimbangan.

Rakyat yang masih belum menentukan pilihan masuk dalam massa mengambang. Rakyat katagori ini menjadi sasaran tim pemenangan agar mau memilih salah satu kandidat. Pragmatis dan hedonisme Kekuatan politik dapat untuk mengubah pikiran dan pandangan. Pemilih mengambang sebagai kelompok pragmatis, kepentingan dan keuntungan sesaat, jangka pendek sebagai landasan.

Kemudian, rakyat mimilih secara ideologis, umumnya sudah memiliki pilihan. Bedanya dengan pemilih rasional, pemilih ideologis adalah memilih karena pilihannya didasarkan pada visi, pandangan, dan ketokohan. Rakyat memilih ideologis secara nurani sudah meyakini bahwa calon pemimpinnya sudah pasti akan memberikan perubahan bagi bangsa negara. Kewibawaan kandidat menjadi landasan tersendiri untuk memantapkan pilihan.

Dengan demikian, sudah saatnya rakyat menjadi pemilih rasional, pemilih yang kritis dengan kesadaran penuh terhadap kedua paket capres-cawapres, dalam menentukan arah negara bangsa 5 tahun kedepan. Untuk menjadi pemilih yang kritis, rasional dan dengan kesadaran penuh, minimal rakyat sebagai pemilih memiliki syarat, antara lain;

pertama; Jadilah diri sendiri, dengan kesadaran diri sendiri secara utuh, rakyat dengan identitas diri yang kuat tidak mudah terombang-ambing oleh politik uang atau prakmatisme apalagi hedonisme. Dengan identitas diri yang kuat sebagai komponen dari konsep diri yang memungkinkan rakyat untuk memelihara pendirian yang konsisten dan karenanya memungkinkan rakyat untuk menempati posisi yang stabil dalam lingkungan sosial politiknya.

Rakyat yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya secara mandiri dan kokoh dengan prinsip dan komitmen. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, kemampuan, penguasaan diri dan komitmen. Komitmen menurut Marcia, 1993, adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, tekad untuk melakukan berbagai perubahan, kemungkinan atau alternatif yang dipilih, yang ditandai; knowledgeability yang merujuk kepada sejumlah infomasi yang dimiliki dan dipahami tentang keputusan pilihan-pilihan yang telah ditetapkan. Rakyat yang memiliki komitmen mampu menunjukkan pengetahuan yang mendalam, terperinci dan akurat tentang hal-hal yang telah dan akan diputuskan. 

Adanya activity directed toward implementing the chosen identify element yaitu aktivitas yang terarah pada implementasi elemen identitas yang telah ditetapkan. Kemampuan emotional tone, nada emosi yang terungkap dalam bentuk keyakinan diri, stabilitas dan optimisme masa depan. Kemampuan Identification with significant other yaitu identifikasi dengan orang-orang yang dianggap penting yang ditunjukkan dengan sejauhmana rakyat mampu membedakan aspek positif dan negatif dari kandidat yang dianggap ideal olehnya.

Kemampuan atau projecting one’s personal future sebagai kemampuan memproyeksikan dirinya ke masa depan yang ditandai oleh kemampuan mempertautkan rencananya dengan aspek lain dalam kehidupan masa depan yang di cita-citakan oleh rakyat. 

Dan terakhir resistence to being swayed yaitu sejauhmana rakyat memiliki ketahanan terhadap godaan-godaan yang bermaksud untuk mengalihkan keputusan yang telah ditetapkan. Tetap teguh pada keputusannya, namun bukan anti perubahan.

Kedua, saya kira rakyat sebagai pemilih perlu melakukan proses komunikasi intrapersonal, keterlibatan internal secara aktif dari individu rakyat dalam pemrosesan simbolik dari terpaan pesan-pesan politik. Rakyat yang mampu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Karena dengan komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi lain yang lebih sehat.

Pengetahuan mengenai diri pribadi, esensi diri rakyat dilalui dalam proses psikologis baik persepsi maupun kesadaran atau awareness. Hal ini terjadi saat berlangsungnya proses komunikasi intrapersonal oleh rakyat sebagai pemilih. Proses dari komunikasi intrapersonal dalam upaya memahami diri pribadi bisa dilakukan lewat proses berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri, reaksi hati nurani, berfikir secara mendalam dan berimajinasi secara kreatif tentang masa depan yang diharapkan.

Komunikasi intrapersonal melahirkan kesadaran diri atau self awareness secara utuh, sulit tergoyahkan. Fisher 1987, menyebutkan kesadaran diri terdiri dari konsep diri, proses menghargai diri sendiri atau self esteem, dan identitas diri yang berbeda beda atau multiple selves. Proses pengembangan kesadaran diri dapat diperoleh melalui cermin diri atau reflective self, terjadi saat individu-individu menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan melahirkan kemandirian.

Oleh karena itu, menjadi diri sendiri dengan kesadaran penuh yang mampu menganalisa realitas politik secara kritis menjadi syarat memilih yang rasional pada Pilpres 2014. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan komunikasi intrapersonal secara kontiu.

Kita sebagai rakyat pemilih tentu tidak ingin negara bangsa ini dipimpin oleh individu-individu yang tidak amanah. Dengan paradigma kritis rakyat dapat mengidentifikasi pilihan capres-cawapres yang tepat, pemimpin yang baik dan amanah dalam membangun nusantara baru yang beradab, mandiri dan berkeadilan. Mari menjadi pemilih yang kritis!

*Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi, Fisip, Unimal Aceh
Ketua Development for Research and Empowerment - DeRE-Indonesia
Email: kamaruddinkuya76@gmail.com HP. 081395029273, www.dereindonesia.com



 
   Berita Terkait > Pemilu 2014
 
  Sah, Jokowi – JK Jadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019
  3 MURI akan Diserahkan pada Acara Pelantikan Presiden Terpilih Jokowi
  Wacana Penghapusan Kementerian Agama: Lawan!
  NCID: Banyak Langgar Janji Kampanye, Elektabilitas Jokowi-JK Diprediksi Tinggal 20%
  Tenggat Pendaftaran Perkara 3 Hari, UU Pilpres Digugat
 
ads1

  Berita Utama
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

 

ads2

  Berita Terkini
 
Apresiasi Menlu RI Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Selain Megawati, Habib Rizieq dan Din Syamsuddin Juga Ajukan Amicus Curiae

TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang

RUU Perampasan Aset Sangat Penting sebagai Instrument Hukum 'Palu Godam' Pemberantasan Korupsi

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2