JAKARTA, Berita HUKUM - I Wayan Suparmin Sulaiman (56), Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) pada hari Sabtu (30/4) bersama para alumni dan teman-temannya tetap sepakat merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Yayasan Candra Naya di kawasan Hayam Wuruk Gajah Mada Jakarta Barat. Walaupun tadinya sempat tidak ingin mengadakan acara, karena ada peristiwa kasus Sumber Waras yang sedang ramai di bicarakan akhir-akhir ini.
Pada kesempatan acara Reuni Akbar & HUT ke 70 Yayasan Candra Naya, Ketua dari Perhimpunan Sosial Candra Naya yang cukup meriah yang dihadiri beberapa tokoh ini seperti mantan Wagub DKI Pridjanto, Sinta Nuriyah, istri Alm. Gus Dur, dan lainnya. I Wayan Suparmin menyampaikan perjalanan dari perhimpunan Sosial Candra Naya ini yang berdiri semenjak 26 Januari tahun 1946.
"Tadinya kita tidak ingin mengadakan Reuni Akbar dan acara Ultah ke-70 ini, karena ada peristiwa kasus Sumber Waras. Namun,temen-temen, alumni dan sebagainya mesti tetap ingin diadakan walaupun sederhana. Itulah permintaan dari mereka," tutur I Wayan, yang sempat menjadi terdakwa dan masuk penjara, karena dituduh melakukan Penggelapan, dari keputusan Hakim di Pengadilan Jakarta Barat. Namun, kini telah dibebaskan setelah proses naik banding, dan I Wayan Suparmin menang di tingkat banding tersebut.
Seperti diketahui, kasus bermula dari laporan Kartini Muljadi, Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) ke Bareskrim Polriertanggal 10 April 2014 lalu. Dengan Terlapor I Wayan Suparmin, dengan tuduhan menggelapkan sertifikat, dengan Pasal dituduhkan yakni pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan. Sertifikat tanah Hak Milik no.124/tomang seluas 32.370 meter persegi.
"Perhimpunan sosial ini dulunya bernama Sin Ming Hui, yang dulunya merupakan kumpulan para wartawan Sin Po dan Ken Po (adalah dulunya Sinar Harapan atau Kompas) Oey Yang Fen Gun. Beliaulah yang dulu merupakan pendiri Candra Naya," cerita I Wayan menjelaskan.
I Wayan juga menerangkan kalau memang Perhimpunan Sosial Candra Naya visinya sederhana dan arahnya sosial, dimana serta merta membantu dalam kegiatan sosial untuk orang-orang tidak mampu, sekolahnya bagaimana. "Kami pendiri Universitas Tarumanegara dan juga RS Sin Ming Hui (atau sekarang dikenal dengan Sumber Waras). Dengan Kejayaannya ketika itu sudah jaya sekali saat itu," ungkapnya menjelaskan.
Jadi dapat dirasakan dimana visi misi yang dilakukan Candra Naya tidak seperti yang dilakukan Universitas Tarumanegara atau RS Sumber Waras, dimana lebih mencari keuntungan, dan atau 1/3 lebih mencari untung.lagi. Kalau bicara Pemprov DKI membeli tanah di Kjai Tapa dari RS. Sumber Waras itu memang atas nama Sumber Waras. Namun kepemilikan dari awalnya adalah kita yang membeli mengumpulkan uang seperak demi seperak. Kami tidak ada hubungan langsung dengan Pemprov. Apalagi terkait jual beli," jelas I Wayan.
Saat ini, terlebih sengketa lahan Rumah Sakit Sumber Waras lagi hangat-hangatnya menjadi kasus yang dibicarakan karena adanya dugaan korupsi, terkait pembelian lahan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan apalagi saat ini kasusnya sedang di periksa oleh KPK.
Namun tanah yang di lokasi tersebut dengan mengatasnamakan 2 (dua) nama, dimana (1) pertama Yayasan Kesehatan Candra Naya, yang sudah menjadi ganti nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras, dan satu lagi (2) kedua, Hak milik tetap atas nama Perhimpunan Sosial Sing Ming Hui yang seluas 3,2 Ha (yang disengketakan oleh YKSW dimana I Wayan selaku Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya dituduh melakukan penggelapan pada April 2015).
"Bagi Pemda membeli silahkan saja. Kan atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Kami tidak mencampuri urusan Pemprov. Yang kami pertahankan tanah 3,2 ha, terlebih saya di 'kriminalisasi'kan, yang kasarnya dia (Kartini Mulyadi/YKSW) meminta jika tidak mengasih sertifat itu, kemudian dari YKSW memenjarakan saya," ujarnya bercerita.
"Kami dari Candra Naya hanya mau meluruskan memang 3,2 ha milik Candra Naya, itu harus kembali ke Candra Naya," tegasnya.
Sementara, dari pihak Pengacara dari Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya, yakni Jimmy S. Mboe, SH yang turut hadir menjelaskan bahwa, terkait tanah di Sumber Waras itu semestinya dapat ditelisik bahwa, sebelumnya telah terjadi perkara Pidana dan Perdata.
Terkait Pidana, dimana telah sebelumnya YKSW meminta Candra Naya berikan sertifikat, Pak Wayan gak bisa kasih. "Karena itu kewajiban Pak Wayan selaku ketua PSCN untuk menyimpan sertifikat. Ketika dia ga ngasih, Bu Kartini selaku ketua yayasan kesehatan Sumber Waras laporin ke Bareskrim. Kemudian perkara dilimpahkan ke Jaksa, lalu Pak Wayan ditahan. Dengan sangkaan penggelapan sertifikat. Ternyata Hakim memutuskan Pak Wayan bersalah.(Pengadilan JakBar)," ujar Jimmy S. Mboe.
Selanjutnya, dari pihak kami naik tingkat Banding, akhirnya pak Wayan dibebaskan. Pasalnya, seseorang dikatakan menggelapkan barang jika menguasai barang yang secara keseluruhan atau sebagian milik orang lain. "Barang itu Sertifikat, dimana sertifikat tertulis atas nama Perhimpunan Sin Ming Hui yang sekarang bernama Candra Naya. Sekarang bagaimana mungkin barang yang miliknya sendiri disimpan kok dibilang penggelapan?," jelas pengacara.Jimmy S. Mboe.
"Pak Wayan menyimpan sertifikat, yang disimpan itu bukan untuk kepentingan pribadinya. Namun, atas dasar melaksanakan kewajiban hukumnya selaku ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya. Akhirnya menang di tingkat banding," jelasnya lagi.
Sedangkan, untuk perkara perdata gugatan telah kita ajukan dengan pihak Tergugat 1 Yayasan Sumber Waras, dan Ibu Kartini Muljadi selaku Tergugat 2, yang diajukan sekitar bulan Oktober tahun 2014. "Jadi jika dikatakan ada transaksi dengan Pemprov tapi itu tanah yang dibelakang," ujarnya..
Memang luas tanah yang semula 8 ha, kemudian jadi 7 ha itu kemudian dibagi dan dipecah menjadi 2, dibelakang di atasnamakan Yayasan Kesehatan Sumber Waras, sedang sisi depan tetap atas nama Perkumpulan Sosial Sin Ming Hui.
Jadi, bila seumpamanya di sertifikat tanah belakang itu disebutkan ada di Jalan Kiyai Tapa karena dulunya memang satu kesatuan. "Namun, kalau di surat ukurnya (gambar situasi) dan tertera jelas disitu dimana posisinya bukan berbatasan dengan Kiyai Tapa, namun dengan jalan Tomang Utara. Yang berbatasan langsung di depan Kiyai Tapa yang sertifikat atas nama milik Sin Ming Hui. Yang sekarang kita umpamanya beli tanah, bukan hanya beli surat, namun fisik tanahnya juga," jelas Jimmy S. Mboe.
"Jika Beli tanah (misalnya) harusnya dicek dulu, benar tidak letaknya di Kiyai Tapa, harusnya teliti dong. Harusnya dia (Pemprov) Komplain kenapa letak tanah yang dibeli bukan di Kiyai Tapa, karena tidak tepat. Jangan hanya fokus ke sertifikat yang tertulis di jalan Kiyai tapa, namun lihat di gambar situasi dan disurat ukurnya, bener gak itu terletak di Kiyai Tapa ?.. Kalau mau disebut sebagai pembeli yang beritikad baik, harus beli dengan harga yang wajar dan teliti. Bener gak tanahnya dibeli letaknya di jalan Kiyai Tapa ?", jelasnya.
"Yah benerlah. Kalau gak bener digugat saja BPKnya,,, BPK kan berdasarkan data. Kalau dari pihak Pemprov punya data berbeda silahkan gugat saja. Karena memang tertulis Kiyai Tapa. Lihat disurat ukurnya bener ga di Kiyai Tapa?," pungkasnya.(bh/mnd) |