JAKARTA, Berita HUKUM - Ribuan mahasiswa bergabung bersama massa dari Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) untuk berunjukrasa menuntut penuntasan kasus mega skandal BLBI dan Century Gate di Gedung Bank Indonesia (BI) dan Menara BCA di Jakarta Pusat pada, Jumat (3/8).
Dari data yang dihimpun pewarta BeritaHUKUM.com dilapangan, para Mahasiswa tersebut dari12 kampus terdiri dari; Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN), Universitas Ibnu Chaldun Jakarta (UIC), Universitas Bung Karno (UBK), Universitas Jayabaya, Universitas Esa Unggul, Universitas Jakarta (Unija), Universitas Surapati, Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti Jakarta (STMT), Assafiyah, Universitas Islam Jakarta (UIJ) dan Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta (STEBANK).
Mereka mendesak pihak aparat penegak hukum dan pemerintah Indonesia untuk serius menuntaskan skandal mega korupsi keuangan terbesar yakni Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Century Gate yang berlarut-larut belum juga tuntas peyelesaiannya hingga saat ini.
Soalnya, menurut massa aksi, kedua persoalan itu menjadi momok sumber bencana bagi keuangan Negara Indonesia kini.
Adapun, aksi di Gedung Bank Indonesia (BI) dan Menara BCA ini merupakan aksi ketiga dalam beberapa waktu lalu pada bulan ini pasca sebelumnya, mereka Gerakan HMS menggelar aksi di Gedung KPK dan Gedung Kementerian Keuangan.
"Kami meminta KPK agar memeriksa dan menyelidiki pemilik Bank Central Asia (BCA-red), Boedi Hartono, bersaudara yang patut diduga sebagai 'tukang tadah' BLBI," ujar Sekjen HMS, Hardjuno Wiwoho dalam oraainya di depan Gedung Menara BCA di Jakarta, Jumat (3/8).
Dia menjelaskan, pada akhir tahun 2002 yang total aktiva BCA sebesar Rp 117 triliun.
Namun, "anehnya, tahun 2003, saham BCA 51% hanya dijual 5 triliun rupiah saja pada Budi Hartono, patut diduga dilakukan tender secara tertutup dan terbatas, yang hanya diikuti oleh Group Faralon (kendaraan Budi Hartono) dan Standart Chartered Bank," cetus Hardjuno.
Ironisnya lagi, 3 bulan setelah transaksi penjualan dengan dugaan rekayasa yang penuh kecurangan tersebut Budi Hartono menerima pembagian laba (deviden) BCA Rp 580 Miliar.
Semenjak 2004 sampai hari ini, Boedi Hartono Cs 'telah sukses' menerima subsidi bunga obligasi rekap ex BLBI dari Pemerintah yang ada dalam BCA sebesar Rp 7 triliun /tahun, imbuhnya.
Hardjuno menegaskan, "ekonomi Indonesia akan terus terpuruk jika Trio Big Fish Cs mafia Keuangan Negara tidak diadili di muka pengadilan. Sebab 'trio big fish' ini sumber bencana Keuangan Negara," tegasnya.
"Hutang ini dibayar dari uang pajak yang disetor dengan nggos-ngosan oleh rakyat dari Sabang sampai Merauke. bila tidak diwaspadai bukan mustahil bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa dan Negara kita," ujar Hardjuno.
Sementara, Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro meminta generasi muda bangsa untuk ikut melawan penindasan dan korupsi, sehingga membebaskan negeri dari jerat hutang abadi.
Menurutnya, masa depan bangsa ini akan berat jika tidak dilakukan koreksi total terhadap BLBI Gate dan Century Gate, serta kebijakan Tata Kelola Keuangan Negara yang patut diduga melanggar Amanah UU No 17 tahun 2003 yang harus Transparan dan Akuntable, tuturnya.
Lanjut Sasmito menilai, kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintahan saat ini tidak berpihak pada rakyat.
"Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin," tegas dia.
Akibatnya, terjadilah kesenjangan antara kelompok elite yang diuntungkan oleh pembangunan dan rakyat banyak yang ditinggalkan dalam proses pembangunan.
Hal ini sebagai dampak dari ambisi pemerintah yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan kualitas dari pertumbuhan dan redistribusi pendapatan masyarakat faktanya semakin timpang.
Ada sejumlah konglomerat atau pengusaha yang diberi karpet merah di era Reformasi oleh Pemerintah. Sebaliknya, rakyat kecil yang hidupnya tertekan, terasa belum dapat hidup lebih sejahtera karena banyak subsidi untuk kebutuhan pokok hidup masyarakat dibatasi, papar Sasmito.
Sementara disisi lainnya, "subsidi bunga utang ex BLBI yang dinikmati oleh para konglomerat seperti Samsyul Nursalim, Cs sampai hari ini jumlahnya lebih dari Rp 1.000 triliun dikucurkan lewat APBN. Dan anehnya tetap lanjut diberi oleh Menkeu, Sri Mulyani," ungkapnya.
Padahal bank-bank kroninya konglomerat hitam tersebut sejak tahun 2004 yang lalu telah untung triliunan rupiah. "Mengapa para orang-orang super kaya ini masih diberi subsidi terus menerus. Inilah bobroknya tata kelola keuangan Negara kita ini," tandas Sasmito.(bh/mnd) |