JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi IV DPR RI mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan atas reklamasi Pantai Utara Jakarta, seperti banjir, konflik sosial, kerusakan ekosistem laut dan tata air, serta dampak sosial. Karena besarnya dampak tersebut, maka Komisi IV mendesak Pemerintah untuk membatalkan perizinan reklamasi Pantai Utara Jakarta.
“Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk membatalkan berbagai proses reklamasi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk membatalkan zin reklamasi yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta,”. kata Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron, saat RDP dengan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Senin (13/4), di Gedung Parlemen, Jakarta.
Berdasarkan sumber data dari Pengembangan Pantura Jakarta, total luas Kawasan Reklamasi Pantura sekitar 5.100 Hektar. Patut diketahui pengembangan kawasan pantura Jakarta merupakan bagian dari wilayah yang terintegrasi dari DKI Jakarta, dimana pengelolaan dan pemantauan lingkungan kawasan pantura Jakarta merupakan bagian dari system pengelolaan lingkungan yang mencakup mekanisme perencanaan, perijinan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan.
Menurut Herman Khaeron, data yang ada bahwa pengambilan urugan (pasir Laut) dari daerah lain untuk reklamasi, berdampak merusak ekosistem setempat berupa penurunan hasil tangkapan nelayan, kekeruhan pantai dan abrasi pantai, serta terancamnya cagar alam laut Muara Angke yang selama ini berfungsi sebagai ekologi strategis bagi Jakarta. “Ada sisi ekonomis dari pembangunan tersebut, namun juga harus diperhitungkan akan kerugian yang besar,” tegasnya.
Sementara, rencana pembangunan reklamasi di pantai utara Jakarta ini disinyalir dipenuhi banyak kejanggalan.
Proyek prestisius Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut sama sekali tidak ada keuntungannya untuk warga ibukota.
"Pertama bahwa terkait alas hukum yang digunakan oleh Gubernur DKI untuk melanjutkan reklamasi itu sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang (UU) tentang perikanan dan kelautan," kata Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Andi Akmal Pasluddin, Selasa(14/4).
UU yang baru itu, lanjut Andi, mensyaratkan beberapa hal, bahwa harus ada badan koordinasi yang akan mengoordinasi semua reklamasi yang nantinya bertanggung jawab pada gubernur, dan gubernur bertanggung jawab kepada presiden.
"Dalam hal ini kan gubernur kepada menteri dan kepada presiden," tambah Andi.
Kedua, kata Andi, Komisi IV melihat bahwa dalam aturan itu dijelaskan sebelum reklamasi harus ada tanggul.
"Tanggul ini yang akan mengamankan apabila terjadi rob atau air pasang yang diakibatkan oleh adanya reklamasi," tutur Andi.
Sementara yang ketiga, lanjut Politisi PKS asal Sulawesi Selatan ini, yang janggal bagi Komisi IV adalah adanya penjualan tanah. Padahal, reklamasi tersebut masih dalam tahap perencanaan.
"Baru mulai dibangun tapi sudah dijual kepada masyarakat, ini sangat memprihatinkan karena ternyata komisi IV yang lama sudah bersepakat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa ini dihentikan," ujar Andi.
Bahkan, masih kata Andi, di dalam rapat kabinet Presiden sudah menyepakati untuk dihentikan reklamasi sebelum adanya kajian yang mendalam, tentang amdalnya serta pengaruhnya terhadap nelayan di pesisir Jakarta dan sekitarnya.
Terkait Giant Sea Wall yang menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat mencegah Jakarta tenggelam. Andi menanggapi bahwa hal itu merupakan padangan pribadi gubernur DKI.
Menurutnya, DPR perlu mengundang Gubernur DKI Jakarta, para ahli-ahli dari stakeholder yang ada, kementerian KKP, dari para ahli lingkungan.
"Jadi jangan hanya lihat kacamata bisnisnya. Tapi yang harus kita lihat adalah bagaimana kepentingan jangka panjang, bagaimana supaya lingkungan hidup bisa lebih bagus dan tidak tenggelam nantinya. Bukan sebaliknya bahwa dengan adanya Giant Sea Wall ini Jakarta tak akan tenggelam, ini saya kira menjadi pandangan-pandangan pribadi, belum menjadi sebuah pandangan yang utuh. oleh karen itu, saya minta agar hal ini bisa lebih didalami, bisa sebuah kajian yang komprehensif, bukan pendekatan bisnis atau pendekatan jangka pendek," pungkas Andi.(as/dpr/tribunnews/bhc/sya) |