JAKARTA, Berita HUKUM - Terkait keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang akan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan memasukkan agenda revisi atas UU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016, Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia melangsungkan acara, dialog publik Indonesia dengan tema 'Revisi UU KPK dan Pertaruhan Popularitas di Mata Publik' bertempat di kantor Indikator jalan Cikini V Menteng, Jakarta Pusat pada, Senin (8/2).
Narasumber pada acara dialog publik ini dihadiri diantaranya oleh mantan wakil ketua KPK Bambang Widjajanto dan Johan Budi mantan Plt. Pimpinan KPK. Johan Budi yang kini menjabat sebagai Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa, terkait revisi Undang-undang KPK ketika ia minta draftnya pasti beda-beda. Ia pun mempertanyakan, "mana naskah akademiknya ? kalaupun itu ada, baru kita bisa debat," ungkap Johan Budi.
Sebagai catatatan, mantan Jubir KPK inipun menggaris bawahi bahwa, menurut Presiden dimana revisi Undang-undang KPK itu tentunya harusnya memperkuat KPK. Ia juga mengulas kalau sejauh ini Presiden Jokowi ketika dia memilih sosok Menteri mendengar masukan dari KPK. Bahwa, keterkaitan Presiden mendengar KPK, selain itu juga dalam gelombang untuk pemilihan jajaran jabatan eselon satu (1) di beberapa institusi pemerintahan juga melibatkan KPK.
"Untuk ranking jabatan-jabatan publik, Presiden Jokowi memiliki strategi untuk memilih sosok yang strategis dan bagus dalam memilih atau dengar mendengar dari KPK. Dimana sebelumnya tidak ada seorang Presiden mendengar 'second opinion' dari KPK," ujar Johan Budi, yang juga mantan Juru Bicara KPK serta Plt. Pimpinan KPK.
Johan Budi pun menjelaskan, kalau Presiden posisinya saat ini menarik diri dari revisi UU KPK. "Saya gak tau apa itu tetap dalam pembahasan di DPR, tapi masuk dalam prolegnas. Dimana, namun saat Desember 2015 yang lalu saya dengar begitu, revisi UU KPK
(draft UU revisi KPK yang membatasi KPK menjadi 12 tahun, penuntutan yang ditarik, kewenangan penyadapan dibatasi. apakah soal dewan pengawas) akan baru, dan Pimpinan KPK juga baru," ungkap Johan Budi, Senin (8/2).
Namun, jika untuk memperlemah KPK, maka Pemerintah akan menarik diri, dan mempertanyakan, "mana yang akan memperlemah KPK ? Mana yang akan memperkuat KPK ?" tegas Johan Budi.
"Revisi penyadapan yang selama ini diasosiasikan memperlemah, harapannya bagaimana
kalau memperkuat. Namun, tanpa ijin dari pengadilan dalam proses penyadapan (kan malahan memperkuat)," jelasnya.
"Bahwa revisi kalau dilakukan harus bertujuan 'memperkuat' KPK. Karena ada suara -suara untuk merevisi. Kita bisa berbeda pandangan, Presiden dan anggota DPR, Fraksi-fraksi juga tidak sama mengenai pandangan revisi. Tentunya revisi UU KPK tentunya harusnya 'memperkuat' KPK," pungkas Johan Budi.(bh/mnd) |