Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Jokowi
Jokowi Vs Pendukung
2019-09-02 10:34:36
 

Ilustrasi.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Tony Rosyid

APAPUN YANG dilakukan Jokowi, pasti benar. Dalam obrolan santai seorang teman bilang: Jokowi seperti Nabi. Ini serius. Kata-kata itu saya dengar sendiri. Jadi, kalau ada yang bilang Jokowi itu "wali" atau titisan Nabi, itu gak seberapa dibanding kata temen saya. Begitulah pendukung fanatik Jokowi, tak bisa melihat presiden yang diidolakannya salah dan dikritik orang.

Apapun terkait Jokowi akan dibelanya. Itulah yang disebut pendukung die hard. Mendukung tanpa syarat. Siap di garda terdepan. Sama dengan Jokowi, Prabowo juga punya pendukung yang sama. Sama-sama fanatiknya. Kalau diukur, pendukung Jokowi sedikit lebih fanatik. Sebab, Prabowo tak pernah diidentifikasi seperti Nabi. Malah tak sedikit yang meragukan "shalat" Prabowo. Termasuk seorang profesor yang dulu pernah jadi timsesnya. Atau mungkin karena Prabowo tak pernah pasang kamera ketika shalat, sehingga tak terlihat. Entahlah... Itu urusan Prabowo dengan Tuhannya.

Soal pendukung, itu ada empat kategori. Pertama, pendukung ideologis. Karena sama ideologi, maka didukung. Atau untuk melawan calon yang kontra ideologis, sekelompok ormas dan komunitas mendukung calon lawannya. Dan ini biasanya terjadi karena tak ada pilihan lain. Terpaksa? Begitulah. Pilpres 2019 adalah contoh terbaik untuk menjelaskan dukungan ideologis ini.

Begitu juga dengan calon beda agama. Banyak orang mendukung calon karena sesuai agamanya. Kasus Pilgub DKI 2017 adalah salah satu contoh. Meski tak semua terjadi seperti di DKI. Ini proses demokrasi yang wajar dan tidak melanggar aturan.

Kedua, pendukung transaksional. Mengikuti teori pertukaran sosial: aku dukung, aku dapat apa? Tegas di awal. Biasanya, ada tiga jenis komoditi yang ditransaksikan: uang, jabatan dan proyek.

Partai pengusung, ormas pendukung dan timses biasanya minta dua: logistik dan jabatan. Pemodal minta proyek. Itupun kalau menang. Kalau kalah? Nasib! Tapi, biasanya para pemodal main dua kaki, bahkan tiga kaki. Emang kakinya ada berapa? Banyak. Lembaga survei dan konsultan politik minta dibayar di muka. DP dulu, dan lunas sebelum pemilu selesai.

Ketiga, pendukung rasional. Bergantung integritas, kapasitas dan program yang ditawarkan oleh calon. Bagus, cocok dan sreg, dia dukung. Gak bagus, dia tolak. Ini biasanya terjadi di kalangan orang-orang berpendidikan dan orang-orang yang tinggal di perkotaan. Kelas menengah ke atas.

Keempat, pendukung fanatik. Mati urip dukung si boy. No ideologis, no nalar, no transaksional. Pokoknya, rela mati demi si boy. Setiap pemilu kita akan dapati orang-orang macam ini. Dan jumlahnya cukup banyak.

Pendukung fanatik adalah komunitas yang menjadi santapan empuk bagi para timses. Ada dua hal yang biasanya dijadikan untuk memobilisasi komunitas fanatik ini. Pertama, permainan isu. Negatif dan black campaign akan jadi olahan utama. Karena ini jualan yang sangat efektif pengaruhnya. Kedua, sedikit logistik. Ajak ngopi dan kasih uang transport, lalu belikan kaos-bendera, mereka siap jadi kombatan.

Teriakan "Aku NKRI" vs Islam Radikal" berhasil jadi narasi timses Jokowi. Harus diakui, narasi ini sukses mengalahkan isu yang dibangun oleh timses Prabowo saat pilpres kemarin. Kendati bukan satu-satunya variabel, tetapi terbukti sangat besar pengaruhnya. Usai pilpres, reda. Soal NKRI, khilafah, Wahabi dan Islam radikal mendadak menghilang. Sebab, hajatan sudah selesai. Tidak lagi relevan, karena memang didesign untuk kebutuhan jangka pendek yaitu pilpres.

Pasca pilpres, isu bergeser. Bukan "Aku NKRI" vs "Islam Radikal", tetapi Papua, kenaikan BPJS dan pindah ibu kota. Tiga isu ini lagi hot dan menyedot banyak perhatian.

Soal BPJS, PBNU kritik pemerintahan Jokowi. Begitu juga para pendukung lain, meminta Jokowi tidak menaikkan iuran BPJS. Ini akan memberatkan rakyat, kata mereka. Sebab, problemnya ada di tata kelola BPJS. Bukan di besaran iuran.

Bagaimana dengan Papua dan pindah ibu kota? Para pendukung Jokowi banyak diam. Di dua kasus ini Jokowi jadi bulan-bulanan Nitizen. Rakyat banyak yang protes. Termasuk para ASN. Nyaris tak ada pembelaan dari siapapun. Sebab, ini kebijakan yang kontroversial. Sejumlah tokoh yang tak berafiliasi dengan dukungan politik manapun ikut teriak. Diantaranya adalah Emil Salim dan Salim Said. Keduanya geram dan mengkritik dengan tajam.

Nampaknya, di tiga kasus jelang pelantikan, Jokowi mulai tak diback up lagi oleh para pendukung ideologis, rasional dan fanatiknya.

Di Papua, Jokowi menang 90 persen. Tapi justru rusuh dan minta merdeka. Terus piye? Pendukung, tapi kok ngamuk. Pingin presidennya Jokowi, dipenuhi. Jokowi sudah jadi presiden lagi. Kok masih minta merdeka. Yok opo kon iku rek? Tanya warga Jawa Timuran. Emang Jokowi pernah menjanjikan referendum Papua? Hati-hati ngomongnya rek. Jangan asal tuduh. Tanya dan klarifikasi dulu sama Sri Bintang. Dia yang ngomong soal ini.

Sedangkan rencana pemindahan ibu kota? Belum meyakinkan rakyat untuk menemukan nalar dan alasan rasionalnya. Banyak yang malah nanya: adakah kaitanya dengan mega proyek Reklamasi dan Meikarta yang gagal? Adakah kaitannya dengan pertemuan di MRT Lebak Bulus? Eh, emang Prabowo punya berapa ribu hektar tanah di Kaltim? Gawat! Atau apa ada kaitannya dengan Pilgub DKI yang lalu? Nah, loh...

Sementara, para pendukung transaksional sedang sibuk cari jatah. Bersaing, bahkan berantem satu dengan yang lain. Kelompok Teuku Umar dan Gondangdia bersitegang. Malah konon katanya ada yang ancam-ancam Jokowi. Waduh, gawat! Apakah ini tanda bahwa Jokowi benar-benar ditinggalkan para pendukungnya? Sebagaimana nasib Prabowo yang sudah lebih dulu ditinggalkan oleh para pemilihnya.

Jakarta, 2/9/2019.

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.(tr/bh/sya)




 
   Berita Terkait > Jokowi
 
  Ketakutan Ahok Jokowi Ditipu Prabowo
  Mahfud MD Nyatakan Mundur dari Menteri Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi
  Presiden Jokowi beserta Keluarga di PTUNkan atas Dugaan Nepotisme Dinasti Politik
  Pengamat: Jokowi Merasa Bukan Lagi PDIP
  Barikade '98 Barsama Organ Relawan Laporkan Rocky Gerung ke Bareskrim Polri, Diduga Hina Presiden Jokowi
 
ads1

  Berita Utama
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu

Dukung Hak Angket 'Kecurangan Pemilu', HNW: Itu Hak DPR yang Diberikan oleh Konstitusi

100 Tokoh Deklarasi Tolak Pemilu Curang TSM, Desak Audit Forensik IT KPU

 

ads2

  Berita Terkini
 
Polda Metro Respon Keluhan Pedagang Ikan Modern Muara Baru Jakarta Utara dengan Pengelola Pasar

Nikson Nababan Menyatakan Siap Maju Pilgub Sumut, Jika Mendapat Restu Ibu Megawati

BP2MI Siap Sambut 9.150 Pekerja Migran Indonesia yang Cuti Lebaran 2024 dan Habis Masa Kontraknya Kembali ke Tanah Air

Datang Lapor ke Komnas HAM, MPA Poboya Adukan Polres Palu ke Komnas HAM, Dugaan Kriminalisasi

Gelar Rakor Lintas K/L, Polri Pastikan Mudik-Balik Lebaran 2024 Berjalan Aman dan Nyaman

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2