JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia mendorong penangkapan ikan secara ilegal atau illegal fishing dimasukkan sebagai kejahatan terorganisir lintas negara (Transnasional Organized Crime/TOC) dalam forum ke-61 Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO). Upaya tersebut disampaikan Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly dalam Media Gathering Persiapan Pelaksanaan AALCO ke-61 yang digelar di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (2/10).
"Pada forum AALCO ke-61 ini, secara khusus, Indonesia juga mendorong dan mengajak negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisir lintas negara, yang bisa dijerat hukum internasional," kata Yasonna H. Laoly.
Menurut Yasonna, dampak finansial dari illegal fishing di Asia dan Afrika terbilang cukup besar. Kerugian ekonomi akibat illegal fishing di wilayah ASEAN pada 2019 mencapai US$6 miliar, dimana Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang mengalami kerugian terbesar. Sebuah laporan lain, lanjut Yasonna, menyatakan illegal fishing mengakibatkan kerugian US$2,3 miliar per tahun di empat negara Afrika, termasuk Gambia dan Senegal yang merupakan negara anggota AALCO.
"Melihat besarnya dampak finansial kegiatan illegal fishing tersebut, AALCO harus bisa melindungi kepentingan anggotanya dari tekanan pihak lain yang menyatakan bahwa illegal fishing adalah masalah administratif semata. Kerjasama dan dukungan antar negara menjadi kata kunci untuk memastikan bahwa kekayaan laut negara-negara anggota AALCO, termasuk Indonesia, tidak semakin tergerus" papar Yasonna.
Selain hal itu, Yasonna mengatakan bahwa forum AALCO ke-61 juga akan membahas isu-isu terkait pelanggaran hukum internasional di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, pemulihan aset, serta hukum laut yang mencakup isu penangkapan ikan secara ilegal.
"Selain pembahasan isu penting tersebut, gelaran sesi tahunan AALCO ke-61 ini juga diisi dengan beberapa side events dan program pendukung antara lain Business and Investment Forum, Asset Recovery, International Humanitarian Law, dan Hague Conference on Private International Law," rinci Menteri Yasonna.
"Kegiatan di atas diselenggarakan dalam bentuk diskusi panel yang menghadirkan pembicara ahli dari dalam dan luar negeri," tambahnya.
AALCO ke-61 akan berlangsung tanggal 15 sampai 20 Oktober 2023 di Bali dan akan dihadiri oleh 47 negara anggota AALCO, 44 negara pengamat, 24 organisasi pengamat, dua otoritas pengamat, dan dua negara pengamat tetap.
Selama acara forum AALCO ke-61, Kemenkumham RI juga menyuguhkan berbagai pameran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai program pendukung.
"Kita menggandeng para pelaku UMKM setempat serta perwakilan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L). Sekitar ada 60 booth yang menampilkan produk kerajinan lokal, maupun booth dari perwakilan Kementerian/Lembaga yang berpartisipasi pada pertemuan tahunan AALCO," imbuhnya.(bh/amp) |