JAKARTA, Berita HUKUM - Persoalan kisruh dua kelompok di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) antara kubu Djan Faridz dan kubu Romahurmuziy alias Romi masih saja semrawut, dimana hingga sejauh ini belum juga berakhir pertentangan di dalam partai berlambang Kabah berwarna hijau dan hitam itu.
Terlebih lagi pasca dikeluarkan SK Muktamar Bandung kubu Romi yang ditetapkan MenkumHAM baru-baru ini. Padahal sebelumnya perselisihan hukum kedua kubu yang telah di sidang peradilan hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA) memutus kubu hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz yang menang, legal dan mempunyai landasan hukum yakni putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepengurusan Djan Faridz, dimana keputusan Mahkamah Agung ini adalah putusan yang tetap dan inkrah.
Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) RI telah mengabulkan gugatan yang diajukan oleh PPP Muktamar Jakarta yang dipimpin H. Djan Faridz sebagaimana tertuang di dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.
Humprey Jemaat, selaku Waketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bersikeras mengatakan, "persoalan PPP ini bukan lagi persoalan antara kubu Djan Faridz dengan kubu Romi. Namun, sudah dalam persoalan hukum, dimana persoalan PPP ini sudah sangat meluas dan mendasar sekali. Soalnya, putusan MA nomor 601 sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan Inkra," jelas Humphrey R. DJemat, salah satu pembicara pada diskusi menjelaskan, selepas menjadi narasumber sesi diskusi terbuka bertajuk, 'Berakhirkah Kisruh di PPP Paska SK Muktamar Bandung ditetapkan MenkumHAM ???' yang diadakan oleh Indonesia Development Monitoring (IDM) dengan moderator M Hatta Taliwang, di salah satu restoran kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Selasa (2/5).
"Mukhtamar Surabaya dimana disitu menyatakan tidak sah, dan batal demi hukum. Itu jelas bahwa, kepengurusan Muktamar Jakarta adalah sah sesuai akte notaris nomor 17," ungkap Humphrey.
Baginya dan PPP, Muktamar Jakarta adalah keputusan MA Akte 601 itu yang dijadikan sebagai pengesahan. "Kami sudah bikin tim 10, berupaya untuk menemui Menteri Hukum dan Ham (Menkumham), tapi beliau tidak mau ditemui. Itu kan sudah memperlihatkan objektifitas darinya. Sudah lengkap padahal persyaratan, tinggal Menterinya memberikan disposisi dan pengesahan," ujarnya.
Lalu kemudian, yang terjadi malahan Menterinya mengeluarkan SK kembali ke Bandung. "Setelah MA menolak, kok dikeluarkan SK?. Ingat loh, keputusan itu tidak bisa, SK tersebut justru untuk melakukan Mukhtamar," cetus Humphrey Djemat, salah satu Pengacara tenar di Indonesia.
Padahal menurutnya yang berhak mengajukan kegiatan Mukhtamar luar biasa, hanya DPW dan DPC. "iming-iming dengan alasan PPP harus menjadi kuat, bisa ikut Pilkada, Pemilu. Menteri mengeluarkan SK namun dibalik 'mulut manis' itu punya tujuan lain. Dimana dibiarkan konflik ini terjadi terus," tegas Humphrey, yang tampak dengan kecewa.
"Jadi itu jelas bertentangan dan melawan hukum, Menteri yang satu ini, perlu diketahui, aturan konstitusi yang berlaku sesuai dengan pasal 28 D ayat (1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum," ucapnya mempertegas.
Selanjutnya kemudian, Humphrey juga menyampaikan kalau kegiatan di Pondok Gede abal-abal, "mau seribu kali Muktamar. Tetap cacat, dan batal dalam hukum. Ia tidak punya kewenangan substansial, hanya atribusial. Dimana produk itu akan batal demi hukum," paparnya lagi.
Menurutnya akan merusak kekuasaan bukan hanya internal PPP, hak uji materil. "Bahkan, Menteri sudah melakukan tindakan sewenang-wenang," ujarnya.
Dimana secara konstitusi jika ditinjau dari Pasal 24 UUD'45 dimana setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Humphrey bahkan mengatakan, "Dimana menteri telah melakukan tindakan sewenang-wenang dengan melakukan pengesahan, sedang parpol ada konflik, malahan pengesahan," pungkas Humphrey.(bh/mnd) |