JAKARTA, Berita HUKUM - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis hasil penelitian guna melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan menghadapi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota serentak pada Desember 2015 mendatang. Pemetaan itu dilakukan di seluruh Provinsi di Indonesia. Hasil pemetaan itu dikenal dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2015.
Hasil IKP 2015 mencatat ada 5 Provinsi paling rawan politik uang. Provinsi Sulawesi Tengah menempati posisi teratas maraknya politik uang dengan 3,5 poin, selanjutnya disusul dengan Jawa Barat dengan 3,3 poin, sementara Kalimantan Utara, Banten dan Nusa Tenggara Barat masing-masing 3 poin.
Salah satu aspek yang menjadi dasar dari IKP 2015 adanya permainan politik uang, dalam Pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia yang akan di gelar 9 Desember 2015 mendatang.
Daniel Zuchron dari Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan, "Salah satu tantangan penyelenggaraan pilkada yang jujur, adil dan transparan adalah meminimalisir terjadinya politik uang atau jual beli suara," ujarnya, saat acara launching Indeks Kerawanan Pemilu di Hotel Santika, Jakarta Pusatk, Selasa (1/9).
Menurutnya, praktik politik uang dalam penyelengaraan Pilkada serentak 2015 dikemas dengan berbagai modus. "Pada pelaksanaan pilkada, kedekatan figur calon kepala daerah yang berdekatan dengan pemilih membuat kemungkinan politk uang makin masif," tutur Daniel.
Selain kedekatan figur, faktor banyaknya jumlah penduduk miskin pada suatu daerah menjadi salah satu hal yang diligat dalam memetakan potensi kerawanan pemilih.
"Penduduk miskin bisa menjadi target politik uang," tutup Daniel.
Perlu menjadi catatan dimana, pembobotan poin IKP 2015 dikategorikan sebagai berikut; 0-1 (sangat aman) 1-2 (aman) 2,1-3 (cukup rawan) 3,1-4 (rawan) 4,1-5 (sangat rawan).
Metode penggalian data yang dilakukan untuk menyusun IKP 2015 itu sendiri adalah diskusi terbuka bersama Bawaslu Provinsi dan pihak terkait, review hasil pengawasan dan review data terkait isu indeks.
Sementara, sumber data IKP 2015 berasal dari Hasil pengawasan bawaslu mulai dari Bawaslu pusat provinsi hingga panwas kabupaten kota, data BPS, data Podes, data KPU, data DKPP.
Pada kesempatan ini, Gun Gun Heryanto Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta dan juga Direktur Eksekutif & Political Literacy Institute selaku narasumber menyikapinya dengan mengatakan, "Perlu ditentukan indeks demokrasi yang dibuat indeks lokal tingkat kabupaten / kota. Indeks kerawanan kabupaten kota atau provinsi ? Di Sumut indeks nya 2,6 namun jika melihat kabupaten/kota Nias indeksnya 3,74 itu cukup rawan." katanya, saat acara Launching Indeks Kerawanan Pemilu ini di Hotel Santika, Jakarta Pusat, Selasa (1/9).
"Saya lihat sekilas Kalbar untuk kondisi keamanan 1,7, namun jika melihat kabupaten/kota sudah mencapai 3. Itu rawan konflik juga." ujarnya lagi.
"Variabel dan cakupan yang jelas nantinya. Namun, perlu diapresiasikan kinerja Bawaslu dimana kita memerlukan peta dan pengawasan yang pentingnya," tandas Gun Gun Heryanto.(bh/mnd) |