Perkaranya" /> BeritaHUKUM.com
Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Pemilu
Ani...oh..Ani...
2019-05-17 22:22:48
 

Tampak dokter Robiah Khairani Hasibuan atau Ani Hasibuan saat Live di TvOne.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Dr Syahganda Nainggolan

ANI HASIBUAN telah mengarah atau diarahkan menjadi musuh negara. "The Enemy of State". Polisi telah melayangkan panggilan terkait pasal2 berbahaya atau pidana. Meski judulnya panggilan saksi, tapi tanpa tahu tersangkanya siapa, nasib Ani sedikit menakutkan.

Perkaranya sederhana. Ani diundang stasiun TV menjelaskan kenapa lebih dari 500 petugas pemilu tewas. Apa sebabnya?

Dalam jawaban Ani dihadapan jutaan penonton, kematian karena kelelahan adalah kemustahilan.

" Kalau kita bicara fisiologi, kelelahan itu kan kaitannya dengan fisik. Kalau orang beraktivitas, dia pakai gula, metabolisme. Kalau habis, capek, dia hipoglekimia, dia lapar. Kalau enggak, oksigennya dipakai, dia hipoksia, dia ngantuk. Jadi orang capek itu, dia ngantuk, dia lapar. Kalau dipaksa, dia pingsan. Enggak mati dong," kata Ani

Sesederhananya persoalan ini ternyata disikapi lain dengan pihak pemerintah dan pendukung #01. KPU sendiri menghindari pembahasan lebih dalam soal kenapa kematian yang massal ini di buka.

Pendukung #01 memainkan strategi "Kill the messenger". Mereka mulai mencari hubungan2 Ani dengan oposisi. Dan ada yang melaporkan ke polisi, pada 12 Mei lalu. (Dalam penelusuran kompas. com pada htps://tamsh-news.com/article/dr-ani-hasibuan-sps--pembantaian-pemilu-gugurnya-573-kpps, tidak ditemukan pernyataan Ani tentang " Pembunuhan Kimia Massal".)

Tetapi pepatah mengatakan ketika "Kill the Messenger But The Message remains". Pesan yang disampaikan Ani telah diterima keluarga, saudara dan tetangga korban. Dan bahkan ratusan juta rakyat yang penasaran.

Kenapa penasaran?

Kematian yang banyak sekali ini membingungkan sebab, 1) Bagaimana standar kesehatan bangsa kita?

2) Mungkinkah rakyat kita gampang mati kalau "overworked" (Kerja Ekstra) yang exhausted (melelahkan)? Seberapa besar beban kerja penyelenggara pemilu? 3. Apakah sistem kesehatan kerja dan "hubungan industrial" dijalankan? Misalnya, apakah mereka di jamin asuransi?

Banyak sekali pertanyaan dibenak masyarakat dengan kematian yang terus menerus menghiasi berita nasional.

Memang standard kesehatan bangsa kita sangat rendah saat ini. WHO mengeluarkan rilis bahwa Indonesia dalam urutan 101 dari 149 negara, masih di bawah negara tetangga Laos, Vietnam apalagi Malaysia dan Singapore.

Mengutip survei Sun Life Financial Asia, 2017, responden Indonesia menyebutkan 6 hal kendala utama dalam menjalani hidup sehat yaitu:

44% waktu yang kurang akibat pekerjaan,
36% distraksi, 35% besarnya biaya hidup sehat, 52% tidak rutin berolahraga, 31% selalu kurang tidur dari 6 jam/hari,28% selalu mengkonsumsi makanan tidak sehat.

Dokter Ani dalam mendalami keluhan apa dari pekerja KPPS-KPU yang tewas telah mempertimbangkan faktor standar kesehatan kita. Dan jawaban Ani adalah tidak mungkin mereka tewas karena kelelahan. Apalagi pekerjaan pemilu tidak seberat buruh2 pabrik yang bekerja siang malam di kawasan buruh Tangerang, katanya.

Dampak pencerahan yang dicuptakan Ani, khususnya pada saya, sebagai aktifis yang pernah belasan tahun hidup dengan kaum buruh, tentunya Ani telah memberikan pencerahan dari sisi rasional, artinya dari dunia kedokteran. Pencerahan itu artinya kematian bukan soal kelelahan. Yang juga sudah saya setengah yakini sebelumnya. Tanpa dokter Ani, saya masih tetap akan bertanya benarkah karena kelelahan?

Bagaimana Nasib Ani?

Dokter Ani menyarankan adanya investigasi lebih dalam. Menurutnya banyak kawan2nya sesama dokter mau volunteer melakukan ini. Kelihatannya ini menakutkan rezim?

Membela kebenaran bukanlah hal gampang. Galileo 303 tahun last dijatuhkan hukuman mati oleh otoritas gereja ketika mengatakan bumi mengitari matahari. Otoritas Gereja mengatakan Matahari mengitari bumi.

Bukankah Galileo lelaki sedang Ani perempuan?

Menjadi perempuan dalam dunia politik yang didominasi lelaki semakin membebani Ani. Pertama, mungkin perempuan ditakutkan akan muncul mengimbangi dominasi. Kedua, Ani mungkin akan muncul menjadi simbol perjuangan perempuan/emak2 ke depan.

Penutup

Ani... Ani... begitulah lagu lawas Rhoma Irama. Seorang Ani yang hanya menjadi objek cinta lelaki. Itu adalah gambaran suram perempuan Indonesia. Mungkin dulu?

Saat ini sudah muncul perempuan Ani dengan simbol kejeniusan (masuk kedokteran UI adalah tersulit di Indonesia), kecintaan pada ulama dan keberanian mengungkapkan kebenaran. Simbol baru perempuan seperti ini betul2 akan memberikan "enlightenment" buat bangsa kita, khususnya kebangkitan perempuan Indonesia.

Selamatkan Ani Hasibuan.. Selamatkan Bangsa Indonesia.

Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Circle.(bh/nmd)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2