JAKARTA, Berita HUKUM - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI menggelar seminar bertajuk 'Tagar #2019GantiPresiden Makar Atau Bukan?' di Ruang KK II Gedung Nusantara Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada, Rabu (12/9).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jayabaya yang menjadi salah satu pembicara di seminar tersebut Taswem Tarib, menilai gerakan tagar 2019 ganti presiden belum memenuhi unsur-unsur dari bentuk makar itu sendiri berdasarkan aturan hukum yang ada.
"Sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP, karena makar menurut hukum diatur dalam pasal 104 sampai 129 KUHP," ujarnya DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/9).
Dijelaskannya, menurut Pasal 104 sampai 129 KUHP, tindakan makar ialah merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden, menyandranya dan menculiknya.
"Lalu merencanakan untuk merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden sehingga pemerintah lumpuh, dan gerakan mengganti ideologi Pancasila," katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret Agus Riewanto, menyebutkan jika gerakan #2019GantiPresiden merupakan gejala makar, karena bukan dilakukan pada masa kampanye. "Kalau dibiarkan itu dapat memunculkan chaos," ujar Agus.
Apa yang telah dilakukan Polri dengan membubarkan gerakan tersebut, menurut Agus, telah sesuai aturan, sebab telah diatur dalam Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang tugas Kepolisian. "Itu sah karena dapat memicu kebencian dan bentrokan, jadi Polri boleh membubarkan," papar Agus.
Terkait pro dan kontra tagar #2019GantiPresiden, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menilai bahwa gerakan #2019GantiPresiden bukan pelanggaran kampanye. Mereka menyebut hal itu tidak melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.
Seperti diketahui, Gerakan #2019GantiPresiden merupakan aspirasi politik warga yang biasa saja, penyampaiannya di muka umum merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, karena UUD Negara RI 1945 menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul(bh/mos) |