Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Jaksa
3 Pakar Hukum Tegaskan dalam Kasus Jaksa Chuck Tidak Ada Unsur Pidana
2019-09-14 16:21:51
 

Chuck Suryosumpeno.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah pakar hukum turut angkat bicara mengenai kasus kriminalisasi Jaksa Chuck Suryosumpeno. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Prof Marcus Priyo Gunarto, menilai bahwa ada kesalahan korelasi antara perkara pidana dan Tata Usaha Negara.

Menurutnya, merujuk pada sistem peradilan pada umumnya, hukum adalah satu kesatuan sistem. Baik itu hukum Tata Usaha Negara (TUN) maupun hukum pidana meski ada perbedaan dan persamaan dalam implementasinya.

Termasuk kasus yang dialami Chuck. Jika dilihat dari perspektif hukum tata negara, Marcus berpendapat bahwa yang diperbuat oleh pencatat administrasi dalam kasus yang ditudingkan terhadap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku tersebut keliru, sehingga perbuatan Chuck bisa dibenarkan.

"Artinya perbuatan yang dilakukan oleh Chuck yang kemudian menimbulkan keputusan administrasi. Seperti pemindahan tugas Chuck itu oleh pengadilan dianggap salah dan Chuck yang benar. Kalau dilihat dari sisi kesalahannya" kata Marcus, dalam kegiatan eksaminasi akademik kasus Chuck Suryosumpeno beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Ketika kasus TUN Chuck kemudian jika ditarik ke dalam perkara pidana, Marcus pun ikut mengkritisi tindakan penyidik Jampidsus Kejagung. Ia menegaskan, yang jadi persoalan pokok adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana.

Setidaknya ada tiga faktor terkait hal tersebut, yakni pertama perbuatan itu bisa aktif dan bisa pasif, faktor kedua yakni soal kesalahan atau pertanggungjawaban pidana. "Ketiga adalah soal pidana. Lalu titik sambungnya di mana? Titik sambungnya pada aspek kesalahan. Kaitannya pada unsur melawan hukum. Bagaimana hubungan dengan kasus Chuck, apakah alasan-alasan yang dipakai pengadilan didasarkan pada perbuatan menurut hukum atau melawan hukum?," ujarnya.

Apabila alasan yang dipakai untuk membebaskan Chuck di dalam perkara TUN sebagai bentuk perbuatan yang sesuai ketentuan hukum, maka tentunya di dalam hukum pidana seharusnya juga tak ditemukan hukum pidana yang melawan hukum.

"Karena perbuatan yang dilakukan sudah menurut hukum, sesuai putusan Mahkamah Agung. Dan jika tak ditemukan unsur yang melawan hukum maka itu tak bisa dipidana," jelasnya.

"Jadi saya melihat antara peradilan pidana dan peradilan tata usaha negara tak boleh saling bertentangan dalam melihat unsur kesalahan. Kalau bertentangan maka dengan sendirinya melanggar kepastian hukum," sambungnya.

Sementara itu, pakar Hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad ikut mengatakan bahwa penetapan Chuck sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana korupsi sebetulnya tak jelas dan tidak terang sebabnya.

Ia juga mengharapkan agar kasus Chuck segera mendapatkan titik terang. "Kita doakan semoga beliau diberi ketabahan dan kekuatan agar segera terbebas dari hukuman ini. Semoga ada perbaikan soal putusan dari kasus ini dan juga perbaikan bagi proses hukum di Indonesia," papar dia.

Senada, pakar Hukum dari Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting berpendapat, bahwa kasus Chuck sebenarnya sudah clear setelah putusan Peninjauan Kembali TUN yang telah diputus oleh MA. Sebab putusan tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap alias incracht ge wisjde.

"Jadi jika dakwaan atau materi pidana berkaca pada keputusan Jaksa Agung terkait pemberhentian Chuck, dan ada kaitannya dengan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, maka akan mudah sekali mematahkan kasusnya dari sisi pidana," tandasnya.(bh/mos)



 
   Berita Terkait > Jaksa
 
  Santoso: Berantas Mental Preman di Korps Adhyaksa
  Pemkot Kupang Apresiasi Kajati NTT Dr Yulianto
  DPR Setujui RUU Kejaksaan Menjadi UU
  RUU Kejaksaan Sebagai Upaya Mantapkan Peran dan Kedudukan Kejaksaan
  Kajati DKI Jakarta Melakukan Kunker dan Waskat ke Kajari Jakpus
 
ads1

  Berita Utama
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

 

ads2

  Berita Terkini
 
Apresiasi Menlu RI Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Selain Megawati, Habib Rizieq dan Din Syamsuddin Juga Ajukan Amicus Curiae

TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang

RUU Perampasan Aset Sangat Penting sebagai Instrument Hukum 'Palu Godam' Pemberantasan Korupsi

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2